![f-Depo-Arsip-2-1769015981](https://i0.wp.com/www.newmemojatim.net/wp-content/uploads/2024/06/f-Depo-Arsip-2-1769015981-1.jpg?fit=750%2C450&ssl=1)
PASURUAN | Kejaksaan Negeri (Kejari) Kota Pasuruan mendalami dugaan adanya tindak pidana dalam proyek Gedung Depo Arsip Kota Pasuruan 2023 senilai Rp 2,7 miliar.
Penyelidikan ini bermula dari adanya pemutusan kontrak pada rekanan proyek itu. Sebab, realisasinya sangat minim. Apalagi pemutusan kontrak pada proyek gedung Depo Arsip ini bukanlah yang pertama kali.
Ini dikatakan Pelaksana harian (Plh) Kasi Intel Kejari Kota Pasuruan, Feby Rudy. Menurutnya, pada 2019, rekanan proyek itu juga diputus kontrak. Namun, realisasinya tidak seminim proyek 2023 lalu.
Selama masa kontrak, rekanan dari Jakarta, PT Visicom hanya mampu menggarap 25 persen.
“Padahal waktu yang diberikan oleh Pemkot Pasuruan cukup panjang. Lebih dari tiga bulan,” terang Feby Rudy.
Lanjutnya, PT Visicom memenangkan proses tender dengan penawaran Rp 2,7 miliar dari nilai anggaran proyek Rp 3 miliar.
“Sesuai aturan, pemkot memberikan uang muka senilai Rp 800 juta atau 25 persen dari nilai proyek. Jika dihitung dengan nilai kontrak, rekanan sudah menyelesaikan tahap awal. Namun jika dihitung dengan waktu yang sudah diberikan, realisasinya minim,” beber Kasi barang bukti (BB) Kejari kota Pasuruan ini.
Karena itulah, penyidik melakukan penyelidikan terkait dugaan adanya tindak pidana. Sebab rekanan ini sudah berbentuk PT. Semestinya waktu yang diberikan mencukupi untuk menyelesaikan pengerjaan.
Saat ini, penyidik sudah meminta keterangan lebih dari lima orang saksi. Mulai dari perwakilan rekanan, pejabat pembuat komitmen (PPK), konsultan perencana, pengawas hingga kelompok kerja (pokja) dalam tender itu.
“Kami masih mendalami dan mencari alat bukti yang mengarah adanya tindak pidana penyelewengan dan korupsi dalam proyek itu,” tutur Feby.
Sementara itu, Kepala Dinas PUPR Kota Pasuruan, Gustap Purwoko menyebut pihaknya menghormati jalannya penyelidikan.
“Kami akan kooperatif dan tidak akan menutup nutupi fakta yang ada di lapangan. Cuma memang rekanan itu diputus kontrak karena wanprestasi. Realisasinya hanya 25 persen,” terangnya.
Proyek depo arsip ini juga mendapat sorotan dari Direktur Pusat Studi dan Advokasi Kebijakan (PUS@KA) Lujeng Sudarto.
Dikatakannya, jika memang ada kerugian negara dan perbuatan melawan hukum, maka penyidik harus segera menaikkan ke tahap penyidikan, dan menetapkan tersangkanya.
“Pihak konsultan juga harus diperiksa. Jika terdapat kelalaian tanpa memberi tahu fakta fakta obyektif dari pengerjaan depo arsip maka tindakan itu juga bagian dari turut serta,” pungkas Lujeng. (luk)