SURABAYA | Gelar Budaya dan Ekonomi Kreatif Jaranan Kuda Manggala menjadi pembuka rangkaian kegiatan seni-budaya Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Jawa Timur (Disbudpar Jatim) melalui UPT Taman Budaya selama 2024.

Disini, di Pendopo Jayengrono Taman Budaya Jatim ini tampil Dramatari Jaranan dengan judul “Pendadaran Banarawa”, sekaligus pameran UMKM produk unggulan ekonomi kreatif Kab. Tulungagung di pelataran gedung kesenian yang berada di Jl. Getengkali Surabaya itu.
Karenanya, kegiatan yang berlangsung Jumat (23/2/24) malam itu mampu menyita perhatian seniman dan budayawan Surabaya dan Jawa Timur serta pemerhati seni utamanya warga Tulungagung yang tunggal di Surabaya dan sekitarnya untuk hadir menyaksikan pertunjukan tersebut.
Hadir dalam kegiatan tersebut, Kepala Disbudpar Jatim Evy Afianasari, Pj Bupati Tulungagung Heru Suseno, Kepala UPT Taman Budaya Jatim Ali Maruf, Kadis Pariwisata & Kebudayaan Kab. Kediri, Ketua STKW Surabaya Jarianto, Ketua PEPADI Jatim Sinarto, Consul General of Australia di Surabaya serta para undangan dan masyarakat sekitar.
Dramatari Jaranan “Pendadaran Banarawa” ini merupakan
gambaran dalam legenda Jaranan Senterewe yang mengisahkan tentang para prajurit kesatria yang sedang melaksanakan pendadaran setelah menyerap ilmu dari sebuah
Padepokan bernama Banarawa.
Pendadaran ini dimaksudkan sebagai ujian bagi para kesatria menghadapi segala tantangan dan cobaan dengan segala ilmu yang telah diberikan oleh Sang Guru di padepokan.
Legenda ini menginspirasi terciptanya karya seni pertunjukan yang dimunculkan dengan lakon “Pendadaran Banarawa”. Banarawa sendiri adalah merupakan nama dari Kabupaten Tulungagung pada awalnya.
Kepala UPT Taman Budaya Jatim Ali Maruf menyampaikan, kesenian Jaranan Senterewe sendiri merupakan kesenian yang lahir di Kab. Tulungagung tepatnya di Desa Kedungwaru, Kec. Kedungwaru. Kesenian Jaranan Senterewe tumbuh dan berkembang sebagai hiburan masyarakat.
Perkembangan Kesenian Jaranan Senterewe Tulungagung dimulai pada tahun 1956 hingga 1986. Kesenian Jaranan Senterewe ini diciptakan oleh seniman yang menekuni pada
bidangnya masing-masing.
Dinamakan Sentherewe karena bentuk gerakan dari kesenian ini begitu dinamis dan agresif ibarat seseorang yang terkena Sente (sebangsa talas) dan Rewe (Rawe).
“Pada awal-awal kemunculannya jarang terdapat hiburan masyarakat, karena pada saat itu belum ada hiburan seperti televisi dan radio. Sementara hiburan
kesenian lain seperti wayang orang, ketoprak, wayang kulit jarang pentas karena mahalnya tarif tanggapan,” kata Ali Maruf.
Pendekatan ini sekaligus mengungkapkan bahwa Kesenian Jaranan Sentherewe adalah sebagai kesenian jaranan khas Kab. Tulungagung.
Selain berkesenian, Kab. Tulungagung juga memamerkan produk UMKM unggulan ekonomi kreatif. Serta kegiatan “Workshop Seni” yang mengajak para pecinta seni budaya untuk belajar serta mengenal tentang “Kesenian Jaranan dan Membatik”

Redaksi Surabaya