Dalam rangka ikut memeriahkan hari jadi Provinsi Jawa Timur yang ke-78, Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Provinsi Jawa Timur (Disbudpar Jatim) melalui UPT. Taman Budaya, Minggu (15/10/2023) malam akan menggelar Wayang Kulit bersama Dalang Ki Budi Prayitno dari Kabupaten Gresik di Pradopo Jayengrono Taman Budaya Jl. Gentengkali Surabaya.
Menampilkan lakon “Cupu Manik Astagina”, pergelaran wayang kulit ini akan dibuka oleh Kepala Disbudpar Jatim Dr. Hudiyono, MSi. Turut hadir pada pergelaran tersebut budayawan Dr. Rasiyo, MSi., Ketua Sekolah Tinggi Kesenian Wilwatikta (STKW) Dr. Jarianto, MSi., Sinarto, S.Kar., MM. mantan Kadisbudpar Jatim dll.
Lakon “Cupu Manik Astagina” mengisahkan tentang Dewi Indradi yang sedang asyik memainkan Cupu Manik Astagina di Pertapaan Grastina. Dengan Cupu Manik Astagina tersebut Ia bisa menikmati keadaan alam.
Namun, tiba-tiba puteri sulungnya yang bernama Dewi Anjani datang memergokinya. Dewi Anjani memohon kepada ibunya untuk meminjam alat permainan itu. Dewi Indradi mau meminjamkannya namun dengan syarat jangan sampai adik-adiknya, yaitu Guwarsa dan Guwarsi tahu. Namun, Dewi Anjani justru memamerkan kepada kedua adiknya.
Akibatnya Cupu Manik Astagina tersebut menjadi rebutan bagi ketiga anak Resi Gotama. Ia yang sedang bersemedi terganggu oleh keributan ketiga anaknya.
Begitu mengetahui bahwa sumber dari keributan adalah Cupu Manik Astagina, yang ia ketahui bahwa itu adalah milik Batara Surya. Resi Gotama kemudian bertanya kepadaisterinya Dewi Indradi dari mana asal dari Cupu Manik Astagina.
Karena ketakutan Dewi Indradi hanya diam saja tidak berani menjawab. Hal itu membuat Resi Gotama amat marah
dan mengutuk Dewi Indradi menjadi tugu lalu membuangnya sejauh-jauhnya dan akhirnya jatuh di dekat perbatasan kerajaan Alengka.
Begitu juga dengan Cupu Manik Astagina, dibuangnya jauh-jauh oleh Resi Gotama benda itu. Namun walaupun ketiga anaknya sudah kehilangan ibu karena benda tersebut mereka tetap
mengejar benda itu hingga sampai di sebuah telaga.
Mereka diikuti oleh pamong mereka,
Endang Suwareh, Jembawan dan Menda. Guwarsa dan Guwarsi tiba lebih cepat dibanding kakaknya, mereka langsung terjun ke telaga tersebut untuk mencari cupu tersebut.
Begitu pula jembawan dan Menda, mereka mengikuti anak Begawan Gotama tersebut terjun ke telaga. Dewi Anjani dan Endang Suwareh yang tiba kemudian, tidak ikut masuk ke dalam telaga,mereka hanya membasuh muka mereka untuk mengurangi rasa lelah.
Namun begitu terkejutnya mereka, Guwarsa, Guwarsi, Jembawan dan Menda wajah dan tubuhnya berubah
seperti seekor kera, begitu juga dengan Dewi Anjani, wajah dan tangannya berubah menjadi wajah kera.
Betapa sedih hati mereka ketika mengetahui bahwa ketampanan dan kecantikan mereka telah hilang dan kini berwujud kera.Dengan penuh penyesalan, mereka kembali ke pertapaan ayahnya, mereka memohon kepada Resi Gotama agar wujud mereka dikembalikan seperti semula.
Namun Resi Gotama mengatakan bahwa perubahan wujud mereka sudah menjadi kehendak dewata. Mereka kemudian diperintahkan bertapa untuk mensucikan diri.(bongky handoyo)